Dari
ideologi, berbakti untuk negeri
Ghilman
N.H dan Habibi
Fakultas Filsafat dan Alat Berat Sekolah Vokasi
Universitas
Gadjah Mada
Thomas
alfa eddison membuat bolam lampu agar dunia terhindar dari kegelapan. Graham
bell membuat telepon dengan dasar agar manusia di dunia ini lebih mudah
berkomunikasi. Setiap perilaku seseorang di dunia ini memiliki harusnya
memiliki tujuan. Dari tujuan itu menawarkan perubahan melalui proses normatif.
Tujuan tersebut bisa juga menjadi karakteristik sebuah individu. Negara
harusnya juga memiliki sebuah tujuan karena apabila sebuah negara ini tidak
memiliki tujuan yang jelas maka hancur lebur negara ini. Jika di ibaratkan pada
dalam hidup manusia di dunia maka jelas setiap hal yang dilakukan akan menjadi
sia-sia. Biasanya tujuan,gagasan atau visi negara disebut ideologi. Idelogi
adalah cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan
mengatur rakyatnya (Thomas H,2004). Kemajuan dalam negara dilatar belakangi
jika negara tersebut memiliki tujuan yang baik, itulah penyebabnya bahwa
ideologi merupakan sumber bahan bakar utama negara dalam meraih tujuan. Negara
yang besar memiliki ideologi yang jelas dan konsisten terhadap ideologinya.
Pancasila
merupakan suatu ideologi yang dianut oleh negara Indonesia sebagai pandangan
pedoman bagi bangsa Indonesia. Pancasila ini telah terbentuk sejak Indonesia
merdeka yang disusun oleh presiden pertama sekaligus proklamator negara
Indonesia yaitu almarhum Ir.Soekarno. Dalam tinjauan
yuridis konstitusional, Pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam Tap
MPR No. XVIII/MPRJ1 998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPRI1 978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Sebenarnya Ideologi pancasila itu apa?
tidak
bisa diartikan secara jelas dan definitif dikarenakan ideologi
pancasila merupakan hal yang telah dirancang oleh Para Pemikir dan Pejuang
memperjuangkan kemerdekaan bangsa saat itu yang diramu berdasarkan perbedaan
dari sabang sampai marauke. Jika dilihat dari sisi tujuan yang diambil dapat
disimpilkan bahwa ideologi pancasila adalah kumpulan nilai/norma yang meliputi
sila-sila pancasila sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alinea
IV yang telah ditetapkan pada tanggal 18 agustus 1945.
Dengan menganut ideologi pancasila
tentunya pengamalan,sikap atau perilaku yang dianut oleh masyarakatnya harusnya
bersesuaian dengan ideologi yang dianut. Tetapi ideologi ini hanya omong kosong belaka di negeri ini. Ideologi ini hanya menjadi batu besar di tengah padang pasir yang
seiring berjalannya waktu akan terkikis oleh angin yang melintas dipermukaan
batu itu. Salah satu
perubahan nilai yang signifikan adalah kasus radikalisme dan pemahaman ideologi
masyarakat yang tidak lagi menempatkan Pancasila sebagai dasar tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Para mahasiswa yang seharusnya menjadi kaum
intelektual dan memiliki rasa nasionalisme, justru mempunyai pandangan yang
bertentangan dengan ideologi dan dasar negara Pancasila. Bahkan kasus
radikalisme mulai ditemukan pada tingkat pendidikan menengah, seperti yang
terjadi pada seorang siswa kelas 2 SMP yang merakit bom buku karena
terinspirasi buku jihad. Masyarakat menilai Pancasila adalah “produk” pemerintahan orde baru sehingga dianggap tidak
relevan dengan kehidupan masa reformasi. Pancasila tidak lagi dikatakan sebagai
dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia, melainkan direduksi,
dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan penguasa pada saat itu.Meskipun tiap
sila dalam Pancasila telah dirumuskan lebih rinci dalam butir-butir P4, namun
belum benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan. Misalnya sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab, belum terwujud karena masih terlihat ketidak adilan dalam
kehidupan bernegara. Misalnya kasus Gayus dan kepolisian, yang terlihat tidak
beradab dan tidak adil. Korupsi pejabat dan aparat negara termasuk dalam
lembaga kepolisan menjadi konsumsi masyarakat. Sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan juga dirasa belum
terwujud. Wakil-wakil rakyat tidak mewakili aspirasi rakyat, melakukan
kunjungan yang dirasa kurang bermanfaat, renovasi gedung yang sangat tinggi,
bahkan dalam memutuskan sesuatu tidak didasari hikmat dan musyawarah, rapat
sering diwarnai pemaksaan pendapat. Bahkan kasus PSSI juga menjadi konsumsi
masyarakat. Bahwa jelas disetiap prilaku masyarakatnya kesan ideologi
Liberalis,sosialis dan bahkan komunis masih kental di negara ini. Masing-masing
invidu memiliki ideologinya masing-masing. Ini merupakan beban berat di negara
ini jika setiap invidu masih memiliki ideologinya masing-masing dalam
memperoleh kesejahteraan.
Selain sebagai bentuk kekecewaan,
alasan lain yang melatar belakangi masuknya pemahaman radikalisme dalam dunia
pendidikan adalah lemahnya proses pembelajaran di Indonesia. Dalam proses
pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Anak
hanya diarahkan untuk menghafal pengetahuan, sehingga otak anak dipaksa untuk
mengingat dan menimbun berbagai pengetahuan tanpa diimbangi dengan pemahaman
tentang pengetahuan yang diterimanya untuk menghubungkannya dengan kehidupan
sehari-hari, sehingga hanya perubahan aspek kognitif saja yang diutamakan dalam
proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang hanya mengutamakan aspek kognitif
(pengetahuan), tanpa diimbangi dengan aspek afektif (sikap) maupun psikomotorik
(pengalaman) tersebut, tentu saja bertentangan dengan empat pilar pendidikan
universal seperti yang dirumuskan Unesco (1996), yaitu (1) learning to know;
(2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning to live together (Sanjaya,
2006:110-111). Karena proses pendidikan Indonesia yang hanya menyentuh aspek
kognitif atau learning to know, mengakibatkan mudah masuknya paham radikalisme
atau perubahan ideologi. Siswa maupun mahasiswa diberi paham-paham baru yang
kemudian masuk aspek kognitif, namun dari aspek afektif dan psikomotorik
bertentangan dengan konteks Indonesia yang multikultural, yang terdiri dari
banyak budaya, suku bangsa termasuk agama. Pancasila merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa yang telah teruji kebenaran dan keampuhannya, serta
mengandung nilai-nilai luhur sehingga harus diresapi, dihayati dan diamalkan
oleh setiap warga negara, para penyelenggara negara, dan seluruh lembaga
kenegaraan. Pendidikan nasional, sebagai bagian dari usaha pembangunan
nasional, merupakan usaha yang sangat penting dalam membentuk manusia Indonesia
seperti yang dicita-citakan. Oleh karena itu, sistem pendidikan nasional harus
berdasarkan Pancasila dan ditujukan ke arah pembentukan manusia yang
Pancasilais. Dengan demikian Pancasila
harus diajarkan dan dipelajari bukan hanya sebatas aspek kognitif, tetapi juga
menyangkut aspek afektif dan psikomotorik, Pancasila bukan hanya untuk dihafal
tetapi perlu proses pembelajaran yang terintegrasi dalam setiap bidang ilmu
untuk memasukkan Pancasila, sehingga kurikulum yang hanya mengejar materi,
penilaian yang lebih menekankan aspek kognitif juga perlu dibenahi.
Aspek yang paling mendasar dari
penyimpangan ideologi justru dari tidak adanya teladan dari pemimpin. Meskipun
pemimpin disini termasuk orangtua, guru, pemuka agama, pemimpin kelurahan
hingga yang lebih tinggi, namun keteladanan dari pemimpin bangsa ak
an menjadi sorotan. Keteladanan dari pemimpin bangsa
dalam pengamalan Pancasila juga dirasa kurang mengena. Menurut Edi Sedyawati
(2006: 290-293), dalam masyarakat manapun, seorang pemimpin selalu diharapkan untuk
dapat menjadi teladan, baik tingkah laku, tutur kata,
bahkan penampilannya. Salah satu penyebab tiadanya pemimpin
teladan adalah pencetak pemimpin teladan yang makin berkurang yaitu perguruan
tinggi negeri. Masalah ini terjadi karena sejak tahun 2002 muncullah sebuah
perundang-undangan diperguruan tinggi menghilangkan konsep pancasila. Inilah
dampak dari kejadian 13 tahun yang lalu ketika konsep pancasila di hilangkan
dari perguruan tinggi. Ada sisi unik pada tahun 2002 ini ketika semua perguruan
tinggi negeri mengikuti kebijakan pemerintah, UGM (Universitas Gadjah Mada)
memiliki pandangan lain daripada universitas di negeri ini pada umumnya. UGM
tetap menjalankan adanya konsep pancasila di sistem perkuliahan yang berlaku.
Kemudian pada tahun 20012 UGM menjadi pelopor dalam menciptakan kembali
pancasila kembali menjadi konsep perkuliahan. Hal ini didasarkan karena UGM
merupakan kampus kerakyatan yang menciptakan masyarakat berideologi pancasila.
Menurut sejarah terbentuknya dahulu UGM merupakan kampus yang didirikan karena
rakyat oleh karena itu jiwa pancasilais harus diwujudkan dari ouput
mahasiswanya .
Seharusnya semua elemen pendidikan
menyadari bahwa dasar pendidikan karakter suatu bangsa adalah ketika secara
kontekstual mampu bersumber pada konsep dan strategi
yang diwujudkan dalam esensi dan nilai kurikulum dalam
pendidikan karakter bangsa (dalam hal ini misalnya pendidikan agama, pancasila
dan kewargangeraan) sebagai kurikulum mutlak
yang mesti menjadi dasar bagi setiap kelulusan
siswanya.Dengan demikian ouput pendidikan, yakni terciptanya sumber daya
manusia yang unggul dan berkualitas adalah manusia-manusia Indonesia yang.
paham akan nilai-nilai Indonesia dan merasa memiliki Indonesia. Pendidikan juga
bukan hanya menjadi tanggung jawab guru, tetapi secara bersama-sama, keluarga,
sekolah, pemerintah, dan masyarakat temasuk media massa ikut memperhatikan proses
pendidikan nasional.Akan sangat berat dan menjadi hal yang besar bagi proses
pendidikan di Indonesia, khususnya menciptakan generasi yang unggul, cerdas dan
terampil, serta memiliki akhlak mulia, bermoral serta memegang teguh
nilai-nilai Pancasila. Tekanan-tekanan dari pihak lain, seperti keteladanan
pemimpin yang kurang, ekploitasi kekerasan dan ketidakadilan dari media massa
serta kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang semakin berat selain banyak
masalah yang terkait dengan pendidikan itu sendiri itu sendiri, seperti
pemerataan pendidikan, materi, dll. Menurut Inspiration for Living dalam Kata
Bijak Hari Ini (2001) disebutkan bahwa
untuk mengerjakan sutu pekerjaan besar, tidak diperlukan orang-orang besar;
yang diperlukan ialah orang yang berdedikasi. Orang-orang biasa, kalau mereka cukup
berdedikasi, bisa mewujudkan hal-hal yang luar biasa. Meskipun penyimpangan
ideologi dalam kaitannya dengan pendidikan menjadi masalah yang besar, namun jika seluruh pihak yang
terkait berdedikasi untuk menyelesaikannya, maka bukan tidak mungkin
radikalisasi dapat ditanggulangi.
Disini peran UGM sebagai kampus
kerakyatan tentunya dapat mengasilkan bibit-bibit unggul yang dapat
menghasilkan generasi yang berdedikasi tinggi. Diawali dengan pembekalan pada
awal masuk dan ketika perkuliahan dimulai hingga mahasiswanya lulus. Pembekalan
awal tersebut dapat disalurkan melalui kegiatan PPSMB (Pelatihan Pembelajaran
Sukses Mahasiswa Baru) dengan setiap
pelatihan dan pembelajaran yang dilakukan harus
berprinsip pada learning to know,
learning to do, learning to be dan learning
to live together.

Ghilman N,H Reza Habibi R